Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaan yang beraneka ragam, sejalan dengan itu, bangunan-bangunan terutama rumah adat yang bersifat tradisional sangat beraneka ragam pula, mulai dari bentuk yang sederhana hingga yang berbentuk unik, baik berdiri sendiri maupun yang berkelompok, masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri. Dalam arsitektur tradisional, tercermin kepribadian masyarakat tradisional, artinya bahwa arsitektur tradisional tersebut terpadu dalam wujud ideal, sosial, material dan kebudayaan. Di Sumatera Utara terdapat beberapa bentuk arsitektur tradisional diantaranya Batak Toba, Batak Karo, Pak-pak Dairi, Batak Simalungun, Mandailing, Melayu dan Nias. Satu dengan lainnya terdapat perbedaan, hal ini di sebabkan oleh pengaruh lingkungan kebudayaan dan pola kehidupan masyarakat masing-masing daerah. Sejalan dengan pelestarian adat istiadat dan kebudayaan suatu daerah, maka bersamaan dengan kegiatan tersebut, pelestarian dan perawatan juga dilakukan terhadap bangunan-bangunan tradisionalnya terutama rumah-rumah adatnya. Menyadari bahwa sisa-sisa arsitektur tradisional dikhawatirkan akan mengalami kepunahan maka perlu dilakukan suatu pendataan atau inventarisasi untuk dapat membuat suatu rekaman dari bangunan-bangunan sekaligus melakukan usaha pelestarian dan perawatan terhadap bangunan-bangunan tradisional tersebut. Arsitektur tradisional adalah merupakan cerminan sosial dan kehidupan masyarakat suatu daerah. Arsitektur tradisional disini juga meliputi arsitektur yang tumbuh dari masyarakat suatu komunitas tertentu. Selanjutnya tentu saja nilai sosial dan kehidupan masyarakat akan sangat ditekankan sebagai kajian yang mendasar. Hal ini merupakan gambaran bagaimana karya arsitektur sebagai produk budaya erat sekali dengan keadaan pola kehidupan sosialnya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ARSITEKTUR DAN SOSIAL BUDAYA SUMATERA UTARAPenulis Julaihi Wahid Bhakti AlamsyahEdisi Pertama Cetakan Pertama, 2013Hak Cipta 2013 pada penulis,Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari Jambusari No. 7AYogyakarta 55283Telp. 0274-889836; 0274-889398Fax. 0274-889057E-mail info Julaihi; Alamsyah, BhaktiARSITEKTUR DAN SOAIAL BUDAYA SUATERA UTARA/Julaihi Wahid; Bhakti Alamsyah- Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2013 viii + 198 hlm, 1 Jil. 26 978-979-756-933-41. Arsitektur 2. Sosial 3. Budaya I. Judul Mata kuliah Sejarah dan Teori Arsitektur adalah merupakan mata kuliah yang diajarkan kepada mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur, termasuk dalam kategori disiplin ilmu yang spesik didalam kelompok ilmu Teori dan Kritik ArsitekturMata kuliah ini adalah sebagai dasar pemahaman dan pembuka wawasan mahasiswa dalam mengembangkan kemampuannya dalam merancang, bahwa banyak sekali aliran-aliran, gaya-gaya, bentuk-bentuk arsitektur yang terdapat di dunia yang muncul dengan latar belakang yang berbe-da. Sehingga dengan mata kuliah ini diharapkan dapat meningkatkan kreatitas mahasiswa dalam mengembangkan perancangan terutama dalam mata kuliah Perancangan Arsitektur. Dengan men-jadikan materi yang ada di dalam mata kuliah Sejarah dan Teori Arsitektur ini sebagai pembanding yang dapat menghindari mahasiswa menjadi plagiator, ataupun utopia terhadap aliran-aliran, gaya-gaya, bentuk-bentuk arsitektur yang mengagumkan. Buku-buku yang tersedia saat ini lebih banyak buku produk luar negeri atau sedikit hasil ter-jemahan langsung yang berkaitan dengan mata kuliah ini. Hal ini dirasakan sangat kurang untuk menciptakan pemahaman perancangan mahasiswa karena buku-buku produk luar negeri dan ter-jemahannya sudah disusun sedemikian rupa sesuai dengan pemahaman dan budaya bangsa luar, jelas-jelas tidak sesuai dengan kebudayaan lokal. Sehingga dapat menciptakan utopia-utopia salah arah yang dapat menghilangkan identitas lokal Indonesia pada umumnya dan Sumatera Utara pada khususnya. Walaupun demikian, buku ini harus tetap ada karena informasi aliran-aliran, gaya-gaya, ben-tuk-bentuk arsitektur yang terdapat didalam buku tersebut telah mempengaruhi sejarah perjalanan Arsitektur Indonesia, terutama pengaruh yang ditimbulkan oleh Arsitektur Tradisional yang ada di Indonesia. KATA PENGANTAR vi Arsitektur dan Sosial Budaya Sumatera UtaraUntuk selanjutnya kami akan berusaha untuk melengkapi yang lainnya dan saya mengharap-kan masukan maupun kritik dari pembaca yang dapat kami jadikan bahan demi kesempurnaan buku ini. Penulis DAFTAR ISIKATA PENGANTAR vDAFTAR ISI viiBAB 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Batasan Inventarisasi Arsitektur dan Sosial Budaya 3 Maksud dan Tujuan 3 Ruang Lingkup Studi 4 Rumusan Masalah 4 Metode Inventarisasi 5 Metode Pelaksanaan Inventarisasi 5 Penyusunan Rancangan Inventarisasi 7 Manusia dan Budaya 9BAB 2 SEKILAS TENTANG KEBUDAYAAN DI SUMATERA UTARA 9 Karakteristik Geogras Provinsi Sumatera Utara Keadaan Umum 11 Topogra 13 Hidrologi dan Kelautan 13 Iklim 14 Jenis Tanah dan Tata Guna Lahan 14 Karakteristik Kependudukan; Jumlah dan Pola Sebaran Penduduk 14 Komposisi Penduduk 15 Pola Pergerakan Penduduk 15 viii Arsitektur dan Sosial Budaya Sumatera Utara Pertumbuhan Penduduk 15 Sosial dan Budaya Sumatera Utara 15BAB 3 JELAJAH IDENTIFIKASI ARSITEKTUR DI SUMATERA UTARA 17 Arsitektur Melayu 17 Arsitektur Karo 33 Arsitektur Batak Toba 62 Arsitektur Mandailing 103 Arsitektur Simalungun 132 Arsitektur Pak-pak Dairi 150 Arsitektur Nias 158PENUTUP 189DAFTAR PUSTAKA 193TENTANG PENULIS 197-oo0oo- Latar BelakangIndonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaan yang beraneka ragam, sejalan dengan itu, bangunan-bangunan terutama rumah adat yang bersifat tradisional sangat beraneka ragam pula, mulai dari bentuk yang sederhana hingga yang berbentuk unik, baik berdiri sendiri maupun yang berkelompok, masing-masing mempunyai ciri khas arsitektur tradisional, tercermin kepribadian masyarakat tradisional, artinya bahwa arsi-tektur tradisional tersebut terpadu dalam wujud ideal, sosial, material dan kebudayaan. Di Sumatera Utara terdapat beberapa bentuk arsitektur tradisional diantaranya Batak Toba, Batak Karo, Pak-pak Dairi, Batak Simalungun, Mandailing, Melayu dan Nias. Satu dengan lainnya terdapat perbedaan, hal ini di sebabkan oleh pengaruh lingkungan kebudayaan dan pola kehidupan masyarakat masing-ma-sing daerah. Sejalan dengan pelestarian adat istiadat dan kebudayaan suatu daerah, maka bersamaan dengan kegiatan tersebut, pelestarian dan perawatan juga dilakukan terhadap bangunan-bangunan tradisionalnya terutama rumah-rumah adatnya. Menyadari bahwa sisa-sisa arsitektur tradisional dikhawatirkan akan mengalami kepunahan maka perlu dilakukan suatu pendataan atau inventarisasi untuk dapat membuat suatu rekaman dari bangunan-bangunan sekaligus melakukan usaha pelestari-an dan perawatan terhadap bangunan-bangunan tradisional tradisional adalah merupakan cerminan sosial dan kehidupan masyarakat suatu dae-rah. Arsitektur tradisional disini juga meliputi arsitektur yang tumbuh dari masyarakat suatu komu-nitas tertentu. Selanjutnya tentu saja nilai sosial dan kehidupan masyarakat akan sangat ditekankan sebagai kajian yang mendasar. Hal ini merupakan gambaran bagaimana karya arsitektur sebagai produk budaya erat sekali dengan keadaan pola kehidupan sosialnya. BAB 1PENDAHULUAN 2 Arsitektur dan Sosial Budaya Sumatera UtaraMichael Foster 1989, berpendapat bahwa arsitektur suatu komunitas masyarakat lebih meru-pakan cerminan kehidupan bersamanya berkaitan pada tempat dan waktu tertentu, bila dibanding-kan dengan hasil yang berupa Alasan kuat Michael Foster mengemukakan hal ini terlihat dari pendapatnya kemudian yaitu bahwa setiap disain merupakan usaha yang keras dalam meng-hasilkan bentuk bangunan dengan memperhatikan konteks lingkungan dimana bentuk tersebut ha-dir. Konteks lingkungan ini akan diserap oleh arsitek penggubah/perencana dengan pengalaman dan ide-ide yang saat ini arsitektur telah berkembang dengan pesatnya, sehingga perlu kiranya kita melihat kembali kejadian yang telah tercapai/ terbentuk tersebut. Dalam kondisi semacam ini ada pemikiran untuk melihat kembali arsitektur dari suatu aspek yang mempunyai kontribusi pada pembentukan arsitektur itu sendiri. Ditinjau dalam sebuah konteks yang utuh, bentukan arsitektural tidak ditentu-kan oleh satu aspek saja, akan tetapi ditentukan oleh banyak aspek. Hal ini seperti yang diungkapkan Rapoport 1969, bahwa bentukan arsitektur khususnya hunian tidak ditentukan oleh satu aspek saja, namun baik aspek phisik lingkungan maupun aspek sosio-kultural sebagai faktor utama dalam pengembangan bentuk arsitektural. Sedangkan menurut Steadman 1979 kondisi spesik dari ling-kungan, baik geogra maupun iklim, akan merupakan salah satu pembentuk bentukan yang spesik pula pada bangunan, dan ini biasanya teramati dengan mudah pada bangunan vernakular/tradi sional konteks yang ada sangat sederhana, sehingga intervensi manusia akan terlihat langsung pada bentuk. Proses mencoba dan salah trial and error merupakan bentuk intervensi manusia dalam jangka wak-tu cukup panjang, oleh karena itu sering di dalam perkembangannya terjadi interaksi yang berkelan-jutan antara rancangan yang tumbuh growing design dan lingkungannya Santosa, 1997.Arsitektur vernakular/tradisional merupakan suatu bentukan arsitektur yang mempunyai adap-tasi alamiah pada lingkungan natural, sehingga arsitektur vernakular/tradisional mempunyai tingkat keharmonisan yang tinggi dengan yang ada di daerah Sumatera Utara merupakan salah satu gugus ke-budayaan yang ada di Indonesia sangat berpotensi untuk diamati. Pengaruh kebudayaan terhadap terbentuknya suatu karya Arsitektur mengakibat beragamnya bentuk-bentuk karya arsitektur dalam wujud bangunan yang menyebar mulai dari perbatasan Nanggroe Aceh Darussalam hingga perba-tasan Sumatera Barat banyak memiliki berbagai keunikan dari berbagai bentuk mulai dari rumah ting-gal hingga beberapa bangunan pelengkapnya. Selain itu ada satu beberapa keunikan bahwa ada satu daerah di Sumatera Utara yang terpisah dari daerah lain yaitu daerah Nias yang mempunyai budaya yang lain dibandingkan kebudayaan yang ada pada daerah lain di Sumatera Utara dan sekitarnya misalnya Batak, Mandailing, Karo, Minangkabau dan Mentawai. Namun seluruh daerah atau kebu-dayaan yang ada di Sumatera Utara merupakan suatu warisan peninggalan sejarah, budaya bangsa 1. Michael Foster, “The Principles of Architeture”, hal 82. Michael Foster hal 9 ... Revitalisasi yang dimaksud dalam kajian ini adalah yang berkaitan dengan penguatan identitas budaya Melayu di Kota Medan. Melayu Kota Medan bagian dari etnik Melayu Sumatera Timur atau sekarang disebut Sumatera Utara, yang membentang sepanjang pesisir timur mulai dari Langkat sampai Labuhan Batu Simanjuntak, 2010 Wahid dan Alamsyah, 2013;Sirait, 1980, sesuai dengan rujukan bentuknya. Motif ragam hias ini dikembangan dalam bentuk deformasi dan distorsi. ...... Adapun yang dirujuk dari bentuk binatang, didistorsi atau diabstraksi sedemikian rupa sehingga tidak lagi mencitrakan binatangnya, hanya kesannya saja yang tinggal. Hal ini sesuai dengan larangan dalam agama Islam untuk memvisualkan bentuk dari mahluk bernyawa Wahid dan Alamsyah, 2013;Sirait, 1980. Ragam hias Melayu yang dikenal diantaranya 'sinar matahari pagi', 'roda bunga', 'roda sula', 'naga berjuang', 'terali biola', jala-jala', pucuk rebung', ricih wajid', lebah begantung', 'tumpuk pinang', 'genting tak putus', 'pelana kuda kencana', 'bunga matahari', dan yang lainnya Sirait, 1980. ...Etnik Melayu kaya dengan kesenirupaannya, khususnya dalam bentuk ragam hias. Secara tradisi, ragam hias Melayu banyak terungkap melalui arsitekturnya, di samping pada produk pakai lainnya. Yang menarik sekarang adalah adanya trend penerapan ragam hias tradisional Melayu pada bangunan modern di Kota Medan, Indonesia. Artikel ini mengkaji, sejauhmana identitas Melayu kembali menguat di Kota Medan. Selain itu, artikel ini juga mengkaji bagaimana potensi teknis dan estetis yang terkandung dalam karakteristik ragam hias Melayu. Pembahasan dilakukan melalui pendekatan sosiologi seni dan metode visual cultural. Hasil kajian menunjukkan bahwa 1 Bentuk dan karakteristik ragam hias Melayu yang banyak diterapkan pada bangunan modern di Kota Medan merujuk pada bentuk pucuk rebung, ricih wajid,lebah begantung, terali biola, bidai, dan tampuk pinang; 2 Potensi teknisnya didukung oleh karakteristik ragam hias Melayu yang berbentuk terawang, dan potensi estetisnya terungkap melalui bentuk permukaan yang rata dengan garis motif yang tajam; dan 3 Identitas Melayu melalui penerapan ragam hias terungkap pada bangunan perkantoran, tempat umum, lokasi wisata, dan fasilitas IdamanShanty SilitongaYulianto QinLingga Village is a tourist village that is well known as a traditional Karo tourism village and has become a major tourism destination in North Sumatra Province. This village still has a legacy of traditional Karo architecture. In ancient times this Lingga village had 80 units of traditional houses. During holidays, tourists visiting this village can reach as many as 300 people from within the country and from abroad. Currently in Lingga Village there are only two units of the Karo Traditional House. The purpose of this research is to model the village pattern of Lingga village based on interview about village’s history. The formulation of the problem that is the focus of this research are; how was the pattern of the villages, how was the orientation of the Karo Traditional House in Lingga Village in the past, how was the circulation of Lingga Village villages in the past. The research method used in this study is the simulation by modeling method. The primary data collection consisted of observing, documenting, and conducting interviews with informants from Lingga Village. Secondary data collection consists of books and journals about Lingga Village. The final result of this research is the model of the pattern of Lingga village based on history. The model focuses on house orientation, circulation patterns and types of traditional houses in Lingga Taufik HasibuanMisgiya MisgiyaAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengatahui macam-macam bentuk, warna ornamen Mandailing yang diterapkan pada rumah adat di Desa Pidoli Dolok Kecamatan Panyabungan, untuk mengetahui sejauh manakah penerapan ornamen Mandailing pada rumah adat di Desa Pidoli Dolok ditinjau dari bentuk, warna dan tata letak. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini adalah 12 jenis ornamen Mandailing yang diterapakan pada rumah adat di Desa Pidoli Dolok Kecamatan Panyabungan, yang terdiri dari 1 jenis motif geometris, 5 jenis motif teknis, dan 1 jenis motif kosmos bona bolu, bindu, dan 1 jenis motif ornamen sebagai pengisi bidang saja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan ornamen Mandailing pada rumah adat di Desa Pidoli Dolok Kecamatan Panyabungan mengalami beberapa perubahan dari ornamen tradisional Mandailing. Tepatnnya pada bentuk ornamen, jumlah ornamen, warna ornamen, dan penerapan ornamen. Perubahan tersebut terjadi karena penyesuaian pada bentuk arsitektur Tutup Ari rumah adat Mandailing di Desa Pidoli Dolok Kecamatan Panyabungan. Kata Kunci ornamen, tradisional, study aims to determine the various shapes, colors of Mandailing ornaments applied to traditional houses in Pidoli Dolok village, Panyabungan district, to find out the extent to which the application of Mandailing ornamentation to traditional houses in the village of Pidoli Dolok is in terms of shape, color and layout. The research method used is descriptive qualitative. Data collection techniques used were field observations, interviews adn documentation. The population in this study were 12 types of Mandailing ornaments applied to traditional houses in Pidoli Dolok village, Panyabungan district, consisting of 1 type of geometric motif, 5 types of technical motifs, 1 type of cosmos motifs bona bolu, bindu, and 1 type of ornamental motifs as fillers only. The results of this study indicate that the applicationof Mandailing ornaments to traditional houses in Pidoli Dolok village, Panyabungan district has undergone several changes from Mandailing traditional ornaments. Precisely on the shape of the ornament, the amount of ornament, the color of the ornament and the application of the ornament. The change occured because of adjustments to the architectural shape Tutup Ari of the Mandailing traditional houses in Pidoli Dolok village, Panyabungan ornaments, traditional, Dinda MustikaFuad ErdansyahThis study aims to determine the extent of the application of traditional Karo ornaments which include the application, shape changes, and color changes in the Karo Regent Office building in Karo Regency. The population in this study were all ornaments found in the Karo Regent Office Building total sampling of 14 types of ornaments. This study uses a descriptive qualitative analysis approach based on the study of symbolic and Karo cultural philosophies. The results explained that the shape, color, and placement of the gerga no longer follow the rules based on the traditional placement of Karo. In Karo culture, gerga occupy structured fields in the traditional Karo house starting from the bottom profane, middle semi-sacred, and the top sacred. In the upper part of the Karo Regent Office Building Ayo-Ayo the placement of the Gerga is in accordance with the Karo Traditional rules but not in the Derpih wall and Melmelen kitchen bar sections as well as the shape proportion changes and inconsistent color placement. . The conclusion of this study is that the ornaments that exist in the Karo Regent Office Building are used as decoration and aesthetic needs profane as a cultural identity of Karo, with the finding of a discrepancy in the placement of Karo ornaments based on the principle of ornamentation in the traditional Karo house. It is recommended that the placement, shape and color follow the ornamental principles found in the Karo traditional has not been able to resolve any references for this publication.
Untukitu perlu adanya pengembangan-pengembangan eksistensi batik baik dibidang teknologi maupun disain dan pemasaran melalui penanganan UKM-nya.Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan perancangan disain batik dengan unsur-unsur ragam hias Sumatera Utara sebagai aspek disainnya. Ragam hias Suma/era Utara sangat variatif karena berasal dariUploaded byBudi Suprianto 67% found this document useful 6 votes14K views3 pagesDescriptionx xnxxbsbCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document67% found this document useful 6 votes14K views3 pagesRagam Hias Dari Sumatera UtaraUploaded byBudi Suprianto Descriptionx xnxxbsbFull descriptionJump to Page You are on page 1of 3Search inside document Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
8 Ragam Hias Sumatera Utara. Berdasarkan pengertian umum ornamen tersebut di atas maka dapat diidentifikasi aneka jenis ragam hias etnis di Sumatera Utara yaitu aneka hiasan visual pada berbagai produk kebutuhan hidup sehari- hari. Dalam bahasa Batak Toba disebut "Gorga", dan dalam bahasa batak Karo, "Gerga".Sumatera Utara memiliki peluang besar sebagai produsen beragam hasil kerajinan yang memiliki kekhasan. Dengan beragam kekayaan khas kain tenun, ulos dan beraneka macam jenis kerajinan lainnya jika dikelola secara baik akan menjadi potensi devisa yang menggiurkan bagi perekonomian daerah. Sumatera Utara juga dikenal memiliki kekayaan bahan baku alam seperti dari laut dan hutan yang bisa mendukung produksi beragam kerajinan khas daerah. Pada saat ini, Sumatera Utara tidak hanya memiliki kekayaan alam tapi juga kaya akan beragam jenis tenun songket, ulos, seni pahat, dan kerajinan tangan lain yang bisa dijadikan produk unggulan hingga ke mancanegara. Sumatera Utara bagaikan miniatur Indonesia karena mempunyai beragam suku dan kebudayaan. Sumatera Utara memiliki kekayaan kuliner dan juga bermacam-macam kain tenun dan ulos. Hasil kerajinan khas tersebut tidak hanya terkenal di dalam negeri melainkan hingga mancanegara. Khusus kain songket atau ulos memiliki filosofi masing-masing daerah. Sehingga keindahan dan kreativitas bisa didapatkan dari setiap daerah, begitu juga dengan seni pahatan, keindahan tenun, songket maupun ulos berbeda-beda serta desain tersendiri sesuai filosofis setiap daerah. Menurut Ketua Dekranasda Sumatera Utara, Ny Hj. Evi Diana Erry Nuradi, pada dasarnya Sumatera Utara memiliki kekayaan kerajinan dan produk kreatif yang pantas untuk dibanggakan. Salah satu contoh, seperti Kabupaten Tapanuli Tengah, unggulannya adalah sulam emasnya, Tapanuli Utara tenun ulos dan songket. Demikian juga daerah lain memiliki unggulan kreatif daerahnya masing-masing. Ulos dan Songket Sipirok Salah satu seni dan budaya yang cukup populer di Sumatera Utara adalah seni kerajinan tangan. Seni ini merupakan seni yang menghasilkan beberapa jenis benda atau perlengkapan tradisional khas Sumatera Utara dari beberapa pengrajin, bahkan beberapa diantaranya merupakan kerajinan tangan yang digunakan untuk berbagai pergelaran adat di Sumatera Utara. Salah satu di antaranya adalah kain Ulos. Ulos merupakan seni kerajinan tangan yang sangat populer di Sumatera Utara, sebab sesuai fungsinya kain tenun yang satu ini tidak hanya digunakan sebagai penghias pakaian pada pergelaran adat saja, tetapi juga digunakan sebagai simbolisasi masyarakat Batak dapat menjalankan berbagai upacara, pergelaran hingga tradisi adat yang ada di Sumatera Utara. Apabila melihat pergelaran adat Batak, maka akan sering dijumpai orang-orang yang menggunakan Ulos, baik pergelaran yang digelar di Sumatera Utara maupun pergelaran yang digelar di luar Sumatera Utara. Selain Ulos, ternyata masih ada lagi kerajinan tangan berupa kain tenun khas Sumatera Utara yang ternyata juga sudah cukup populer di Indonesia bahkan di dunia. Kain tenun tersebut bernama Songket Sipirok, yang merupakan kain tenun sejenis songket yang dapat digunakan untuk berbagai acara seperti misalnya acara resmi ataupun acara adat lainnya di Sumatera Utara. Kain songket yang satu ini berasal dari daerah Sipirok, Tapanuli Selatan. Sehingga apabila Anda berkunjung ke daerah Tapanuli Selatan, maka Anda akan melihat beberapa toko yang menjual Songket Sipirok, tepatnya di beberapa toko yang terdapat di pasar tradisional Kabupaten Tapanuli Selatan. Kain songket ini memiliki berbagai warna dan motif yang menghiasinya, bahkan beberapa diantaranya merupakan motif yang tergolong sangat rumit dalam proses pembuatannya. Sehingga harga untuk satu Songket Sipirok ini pun bisa dikatakan cukup mahal dibandingkan dengan kain tenun Ulos yang juga berasal dari Sumatera Utara. Batik Batak Batik Sumut atau terkadang juga disebut batik Batak adalah kreasi berupa motif-motif berdasarkan etnis-etnis yang ada di Sumatera Utara. Batik hasil teknik pendekorasian kain adalah produk seni rupa Indonesia dengan teknik pewarnaan rintang, menggunakan lilin batik sebagai bahan perintangnya. Dengan demikian Batik sebagai salah satu produk kerajinan merupakan aset budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan perancangan disain batik dengan unsur-unsur ragam hias Sumatera Utara sebagai aspek disainnya. Ragam hias Sumatera Utara sangat variatif karena berasal dari berbagai suku bangsa. Dengan kondisi pluralis tersebut perlu dikembangkan desain yang memenuhi tuntutan konsumen melalui stilir motif. Penciptaan motif baru dengan cara mengambil bentuk dari alam langsung seperti manusia, flora fauna. Penciptaan motif baru dengan cara mengembangkan motif-motif yang sudah ada menjadi motif baru. Pemanfaatan ragam hias etnik Sumatera Utara layak untuk diproduksi menjadi produk batik yang menarik sehingga menambahkhasanah batik Indonesia. Apabila diaplikasikan sebagai produk selain untuk pelestarian juga memantapkan identitas daerah yang akan mewujudkan serta merupakan lahan peningkatan SDM dan terbentuknya wirausaha baru bidang batik. Gorga Batak Toba Gorga Batak Toba merupakan salah satu contoh karya seni dari kebudayaan Batak Toba yang sudah cukup tua. Karya seni ini menjadi bagian dari karya seni rupa yakni seni ukir tradisional dengan tiga warna khas yang dibuat secara alami. Gorga Batak Toba banyak digunakan untuk menghias dinding bangunan rumah adat suku yang disebut ruma bolon rumah adat. Melalui jenisnya, coraknya ada sesuatu yang hendak disampaikan oleh mereka yang membuatnya. Seni rupa sesungguhnya tidak hanya bersifat lahiriah, tetapi juga batiniah, di mana orang diajak untuk masuk ke dalam dunia batin melalui indera rasa. Pada saat menikmati suatu karya seni, indera mata menangkap komposisi yang berupa warna, garis dan struktur dari karya seni tersebut. Dengan komposisi ini manusia dapat mengkomunikasikan isi hatinya impian, khayalan, imajinasi kepada orang lain. Gorga sebagai seni rupa memiliki komposisi warna, garis, stuktur dan ada suatu visi atau kepekaan tertentu yang hendak diungkapkan dengan penggunaan bentuk dan warna. Warna dasar gorga adalah narara merah, nabirong hitam, dan nabontar putih yang disebut dengan tolu bolit belit. Ahmad Jauhari
. 364 36 415 151 431 202 443 163