Keberanianuntuk bertindak muncul dari keyakinan terhadap diri sendiri, sedangkan keberanian bertahan muncul ketika memiliki tujuan jelas, salah satu contohnya adalah pada segala jenis usaha untuk meraih kesuksesan. Mencintai Diri Sendiri Terlepas dari kekurangan yang ada, menerima diri kita apa adanya adalah suatu bentuk mencintai diri sendiri.
Islam mengajarkan tata cara dan etika dalam berhubungan dengan mahluk hidup yang ada di muka bumi ini. Dengan segala keterbatasan manusia, maka hal yang terpenting adalah bagaimana ia dapat memberikan manfaat yang banyak bagi orang lain, itulah sebaik-baik manusia yang beriman. Ikhtiar adalah berusaha, bekerja keras bergerak untuk menggapai sesuatu. Berikhtiar berarti melakukan sesuatu dengan segenap daya dan upaya untuk menggapai sesuatu yang di ridhoi oleh Allah I. Banyak ayat yang menjelaskan tentang pentingnya manusia untuk berikhtiar, sehingga daya dan upaya yang dilakukannya akan menjadi kebaikan bagi dirinya maupun orang lain serta bernilai ibadah di sisi Allah I. Salah satu ayat yang menjelaskan tentang pentingnya ikhtiar ini adalah; “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. An Nisa [4] 32 Dari ayat tersebut banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil darinya. Salah satunya adalah sesungguhnya karunia Allah I akan datang kepada mereka yang senatiasa berusaha dengan bersungguh-sungguh dalam berikhtiar. Kendati hasil dan karunia yang akan didapatkan tidak sesuai dengan apa yang ia perjuangkan. Namun, hal itu tidaklah menjadi kekecewaan bagi mereka orang-orang yang beriman. Karena mereka yakin, bahwa ketetapan Allah berupa hal yang baik atau buruk merupakan karunia terindah yang diberikan oleh Allah I kepada hamba-Nya. Setiap muslim yang beriman dan yakin akan adanya hari pembalasan maka mereka senantiasa berikhtiar dan memohon segala sesuatu kebaikan hanya kepada Allah I. Dan ia yakin setiap langkah dan benih-benih usaha yang ia lakukan tidak akan sia-sia karena akan bernilai ibadah di sisi sang Allah I yang maha Pencipta. Seorang muslim sejati adalah mereka yang senantiasa berikhtiar atas apa yang ia lakukan walaupun ia mempunyai ilmu yang sangat matang dalam profesi yang ia miliki, sebagaimana seorang dokter yang ahli dalam bidangnya, maka ia harus sadar bahwa ilmu yang dimilikinya hanyalah salah satu karunia Allah I yang diberikan kepadanya. Maka peran dokter dalam menyembuhkan penyakit pasien adalah jalan ikhtiar, bukan sang penentu penyembuhan. Karena hak kesembuhan dan sehat seseorang adalah murni hak prerogratif Allah I. Maka tak heran jika banyak rumah sakit Islam yang tidak hanya mengobati penyakit yang ada di dalam tubuh, namun lebih dari itu, para dokter juga memberikan resep rohani yang akan mengantarkan pasien untuk tetap setiap beribadah dan berikhtiar agar mendapatkan kebaikan dari penyakit yang ia derita. Begitupun juga dengan seorang ayah yang shalih, ayah yang shalih dan tinggi imannya kepada Allah I harus sadar bahwa, ia tidak akan mampu menjadikan anak-anak keturunannya menjadi shalih sebagaimana dirinya. Karena hak keshalihan datangnya dari Allah I yang menguasai tiap diri kita. Maka pendidikan yang ia berikan kepada anak-anaknya merupakan bulir-bulir embun keteladanan sebagai bentuk ikhtiar dan ibadah pengorbanan untuk anak yang telah di amanahkan Allah I kepadanya. Sebagaimana ketika Allah I menjadikan keluarga Nabi Ya’qub u sebagai bukti sejarah kebaikan yang dimiliki oleh umat Islam. Dalam al-Quran Allah I menjelaskan kisah Nabi Ya’qub u sebagai salah satu Nabi teladan bagi umatnya dalam kehidupan berkeluarga. Namun keteladanan yang dimiliki oleh Nabi Ya’qub u tidak lantas menjadikan anak-anak yang dimilikinya menjadi anak-anak yang shalih. Maka kita temui dari kedua belas anak yang dimilikinya hanya dua orang yang soleh serta menjalankan perintah dan keteladanan yang ia ajarkan yaitu nabi Yusuf alaihissalam dan Bunyamin saudaranya. Hal tersebut terukir dalam al-Qur’an surat Yusuf [12] 7-8. Kebaikan dan keteladanan saja tidak cukup sebagai bentuk ikhtiar untuk menjadikan anak-anak kita menjadi anak yang shalih serta taat dalam menjalankan perintah agama. Lebih dari itu, kita juga harus senantiasa bersyukur dan bersabar atas apa yang menimpa kita, sekalipun hal tersebut merupakah hal yang menyakitkan bagi kita, tapi yakin lah bahwa itu itu adalah skenario terbaik yang Allah berikan. Bagitupun juga halnya dengan peristiwa yang pernah dituliskan dalam sejarah Islam tentang perjuangan bunda Hajar istri dari Nabi Ibrahim. Bunda Hajar adalah sosok wanita yang menjadikan setiap ikhtiarnya menjadi sebuah kebaikan. Maka dengan kesungguhannya, kita selalu mengenang peristiwa ini dalam rangakaian ibadah haji maupun umroh yaitu sa’i antara bukit Shafa dan Marwah. Bunda Hajar menaiki dua bukit ini sebagai bentuk ikhtiar kepada Allah I dengan usaha tanpa lelah demi sang buah hati tercinta serta naluri seorang ibu serta kasih sayangnya. Hal inilah yang membawa bunda Hajar menjadikan ikhtiar sebagai satu-satunya senjata untuk mengharapkan karunia yang datang untuk kebaikan keluarganya. Namun karunia itu tidak datang melalui dirinya, Allah I lebih suka memberikan karunia air zam-zam ini lebih dekat kepada anaknya tercinta yaitu Nabi Ismail u. Maka dengan kebaikan yang ikhlas dan perjuangan tanpa lelah, serta kerja keras dalam berusaha telah menjadikan peristiwa ini akan terus dikenang setiap masa oleh umat Islam. Maka perjuangan yang baik akan melahirkan kebaikan selanjutnya. Oleh sebab itulah pelajaran yang penting untuk kita semua dari kisah tersebut adalah do’a dan usaha adalah sebuah satu kesatuan, maka tak dapat dipisahkan satu sama lain, sehingga akan menjadi buah kebaikan pada masa yang akan datang. Dan yang tidak kalah penting juga adalah ketika Allah I menceritakan peristiwa perjalanan Nabi Musa u yang mendapatkan kesusahan tatkala ia dikejar oleh musuh Allah I yaitu prajurit dari kerajaan Fir’aun seorang raja yang kejam lagi sombong. Maka dengan segenap usaha dan do’a yang selalu ia panjatkan. Ia pun berikhtiar dan berusaha untuk selalu melakukan kebaikan dengan memberikan pertolongan kepada siapapun. Walaupun dirinya sebenarnya juga pantas diberikan pertolongan. Oleh sebab itulah dengan komitmen ini Allah I mendatangkan ujian kebaikan kepada Nabi Musa u manakala ia melihat ada pengembala yang tak mampu memberikan minum kepada ternak-ternaknya. Dan Nabi Musa u pun menolong dengan ikhlas dan hanya mengharapkan imbalan hanya dari Allah I, kemudian seraya ia berdo”a, “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan makanan yang Engkau Turunkan kepadaku.” Al Qhasas [28] 24. Maka tak lama berselang Allah I mendatangkan salah seorang dari pengembala yang di tolongnya itu untuk menghampirinya dengan rasa malu. Dan ia pun meminta Nabi Musa u untuk menghadap ayah mereka tercinta. Dengan keikhlasan dan kebaikan yang telah usahakannya oleh nabi Musa u maka Ayah dari wanita pengembala ini memberikan hadiah kebaikan untuk Nabi Musa u dan menjadikan salah satu anaknya tersebut untuk menjadi istri bagi dirinya. Kita banyak mengenal sifat agung yang dimiliki oleh Nabi Musa u. Nabi yang mempunyai kekuatan lebih di antara manusia yang ada pada masa itu, nabi yang mempunyai banyak ilmu dan kebijaksanaan dalam berbuat dan bertindak. Bahkan do’a-do’a yang keluar dari lisan beliau kita jadikan salah satu do’a dalam menuntut ilmu yaitu terdapat dalam al Quran surat Toha. Tak sampai hanya di situ, beliaupun mendapatkan pekerjaan yang baik, dan dapat menghidupi keluarganya dengan baik serta diberi hadiah berupa tongkat yang akan digunakan untuk mengembalakan ternak dan menjadi mukjizat yang luar biasa dalam berdakwah. Maka salah satu pelajaran penting bagi kita dalam melakukan kebaikan adalah bersungguh-sungguh berusaha dan tetap istqomah dalam kebaikan walaupun kita harus menghadapi pahitnya perjuangan. Senjata merupakan sebuah alat. Maka sebaik-baik senjata adalah menggunakannya dengan kebaikan pula. Oleh sebab itulah dalam mengahadapi ujian ini, berikhtiar dan tetap berusaha dengan segala daya dan upaya yang kita miliki adalah bentuk kebaikan yang akan melahirkan kebaikan-kebaikan berikutnya. Sehingga setiap langkah dan jalan yang kita pilih akan selalu mendapatkan pahala kebaikan di sisi Allah I. Sedangkan keberhasilan atas perjuangan yang kita lakukan adalah bonus dan hadiah terbaik yang Allah I berikan kepada kita sebagai bentuk karunia-Nya. Hal lain yang perlu diperhatikan juga, bahwasannya ikhtiar bukanlah melakukan seuatu yang tanpa rencana dan strategi. Bukan pula melakukan sesuatu yang biasa-biasa saja. Maka dari itu sudah sepantasnya kita sebagai muslim sejati harus pandai untuk mengatur strategi kebaikan dalam berikhtiar. Membuat rencana yang terstruktur sehingga ikhtiar kita adalah senjata yang akan menghasilkan kebaikan berikutnya. Dengan strategi terbaik kita dalam berikhtiar, semoga do’a dan usaha menjadi satu senjata kebaikan yang ada di dalam hati setiap umat Islam. Dalam ajaran Islam, pahala bukan saja didapatkan manakala kita sudah berbuat sesuatu. Namun Islam juga mengajarkan bahwasannya niat dalam perkara kebaikan juga akan menghantarkanya kepada pahala yang ada di sisi Allah I. Maka ingatlah selalu yang Allah I ajarkan melalui firman-Nya yang termaktub dalam al-Qur’an; “Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka kerugian kejahatan itu untuk dirimu sendiri.”. al Isra [17] 7. Wallauhu’alam. Romi Padli Alumni Magister Ilmu Agama Islam 2018 Universitas Islam Indonesia Oleh Fenty Puspitasari—— Malam itu Christopher Columbus diundang pada sebuah perjamuan akbar di kerajaan Spanyol. Ia akan menerima penghargaan karena telah menemukan dunia baru, yang kelak masyhur disebut Benua Amerika. Columbus tahu bahwa banyak orang meremehkan kerja kerasnya. “Tinggal berlayar saja terus ke barat. Ah semua orang juga bisa melakukannya,” demikian suara-suara mencemoohnya. Columbus lantas maju, ditantangnya semua yang ada di ruang tersebut untuk memberdirikan telur rebus di atas meja. Orang-orang menggelengkan kepala, menganggap tak mungkin telur yang ujungnya lonjong tersebut bisa berdiri. Dengan tenang, Columbus mengambil telur rebus dan mengetukkan ujung telur hingga sedikit remuk dan rata. Maka terlihatlah di hadapan semua orang, Columbus dapat memberdirikan telur tersebut di atas meja. Hadirin lantas riuh berkomentar, “Kalau hanya demikian, saya juga bisa!”. Columbus tersenyum menang, “Tiap orang dapat melakukannya, namun hanya setelah saya tunjukkan caranya.” Tantangan memberdirikan telur serupa tantangan menemukan dunia baru. Semua orang menganggap tak mungkin di awalnya. Lalu merasa bisa melakukannya, setelah Columbus memberi tahu caranya. Keberhasilan yang gilang gemilang diterima Christopher Columbus seringkali mengaburkan cerita kerja keras yang sebelumnya ia lakukan. Bertahan pada pelayaran-pelayaran panjang yang berbahaya dengan segala keterbatasan tentu membutuhkan usaha luar biasa. Namun demikian, orang-orang seringkali mengabaikan hal itu dan fokus pada hasilnya saja. Perjuangan Columbus mengingatkan kita tentang arti sebuah usaha atau kerja keras untuk meraih sesuatu yang diinginkan. Dalam Islam kita mengenalnya sebagai ikhtiar. Rasululllah ﷺ bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya. Sungguh, seorang dari kalian pergi mengambil talinya lalu mencari kayu bakar dan dipikulkan ikatan kayu itu di punggungnya. Itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberi maupun tidak memberinya.” HR. Bukhari. Dari hadist tersebut, nampak bahwa Islam sangat menghargai seseorang yang mau bersusah payah berusaha mencapai tujuannya hingga kelelahan daripada orang yang malas dan dengan mudah meminta-minta pada orang lain. Lelahnya orang-orang yang bekerja akan bernilai ibadah dan tidak akan sia-sia. Usaha habis-habisan demi mencapai tujuan memang seharusnya dilakukan setiap orang di dunia. Namun perlu diingat bahwa semua usaha tersebut dilakukan sesuai ketentuan Allah. Dalam Surat An Nisa ayat 32, Allah berfirman, “ Dan janganlah kamu iri terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Karena bagi laki-laki ada bagian dari yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Dari ayat tersebut, Allah memberikan karunia kepada hamba-hambanya yang mau bekerja sungguh-sungguh dan menekankan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang dilakukan tiap hamba dalam setiap ikhtiarnya. Kecurangan, tipu muslihat, ataupun mengambil hak orang lain demi mencapai tujuan pribadi tentu tidak akan luput dari pandangan Allah. Ikhtiar juga sering menimbulkan tanya. Hidup kerap tidak terlihat adil di mata manusia. Misalnya saja berapa banyak di antara kita yang merasa sudah bekerja keras demi hidup lebih layak, tapi hasil belum juga kelihatan di pelupuk mata? Sepotong tulisan sastrawan Seno Gumira Ajidarma sepertinya lengkap menggambarkan kehidupan kita, “Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.” Ya, sepertinya banyak di antara kita yang menjadi pemeran utama dalam tulisan itu. Berangkat bekerja sebelum matahari terbit, pulang sudah malam. Berusaha di jalan yang lurus-lurus saja, pun masih rajin berdoa. Namun demikian mengapa hasil yang diinginkan tak kunjung didapatkan? Mengapa kesusahan masih juga di hadapan? Islam mengenalkan konsep tawakal di samping ikhtiar. Tawakal berarti menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah di samping kita juga berusaha keras mencapai keinginan dengan cara-cara yang diizinkan Allah. Dalam hadist riwayat Tirmidzi, Rasulullah ﷺ pernah bertemu seorang laki-laki yang meninggalkan untanya begitu saja di masjid tanpa diikat. Kata orang itu, ia sudah bertawakal kepada Allah akan nasib untanya. Rasulullah ﷺ lantas menegurnya, “Ikatlah untamu, kemudian kamu bertawakkal”. Berkaca pada kisah tersebut, penting bagi kita untuk menyerahkan semua urusan pada Sang Pemilik setelah kita mengusahakan yang terbaik. Berikhtiar mengikat unta setelah itu menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Bekerja sungguh-sungguh di jalan yang baik, lalu berserah pada Sang Pemilik Rezeki. Mungkin kebebasan finansial yang kita targetkan setelah bekerja habis-habisan puluhan tahun tak juga teraih. Namun bisa jadi, Allah memberikan kesehatan hingga usia senja ditambah keluarga yang harmonis walau tak kaya. Bisa juga kita menggerutu karena mobil pribadi tak pernah terbeli, namun di tengah kursi kendaraan umum kita bisa menikmati perjalanan tanpa diganggu pinjaman online yang mencekik leher para korbannya. Pekerjaan yang terasa jauh dari profesi menjanjikan, seringkali membuat kita gelisah akan hari depan. Bagaimana dengan pensiun di hari tua jika gaji hanya begini-begini saja? Seringkali keluhan itu membuat kita lupa, betapa banyak ratusan orang yang menginginkan menjadi diri kita. Hidup yang kita keluhkan, diam-diam adalah anugerah yang diinginkan orang lain di luar sana. Berikhtiar juga harusnya dilakukan tanpa menuhankan ikhtiar tersebut. Siti Hajar berlari di antara dua bukit tandus. Dadanya kering tak ada air susu. Ia mengambil pilihan berusaha sepenuh jiwa raga mencari air untuk bayinya. Musa Alaihis Salam benar-benar merasa dirinya kepayahan sebagai manusia pilihan Allah. Sedari kelahirannya, ia harus bersinggungan dengan Firaun, raja kejam yang sekaligus menjadi ayah angkatnya. Lidahnya sampai kelu meyakinkan sang raja tentang keesaan Allah. Jiwanya lelah dengan ancaman bertubi. Badannya sudah pasti mengaduh hingga ia terseok-seok berlari di tengah Laut Merah. Siti Hajar dan Nabi Musa adalah manusia. Mereka pasti ingin segera mendapat hasil dari ikhtiarnya. Mungkin terselip pula tanya mengapa Allah memberikan ujian berat pada mereka. Tapi toh mereka terus berikhtiar sambil memasrahkan semuanya pada Allah Sang Maha Berkehendak. Allah memberikan hasil ikhtiar Siti Hajar dari dekat kaki bayinya. Air yang dicarinya memancar bukan dari jalan-jalan yang dilalui Siti Hajar. Zam-zam, air yang mulia adalah balasan dari ikhtiar itu. Musa Alaihis Salam juga tak pernah tahu kapan ikhtiarnya membuahkan hasil. Ia yang merasa akan mati di tangan Firaun yang lalim, tiba-tiba menerima perintah memukul tongkatnya ke Laut Merah. Saat itulah Allah menunjukkan hasil dari ikhtiar tak selalu linear dengan usaha hambanya. Serahkan saja pada Allah setelah sebaik-baik kita berusaha. Apakah Allah akan memberikan hasil terbaik jika kita tidak melakukan ikhtiar? Dalam Surat At Taubah ayat 105 Allah berfirman, “…Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” Allah tidak pernah meremehkan usaha seorang hamba sekecil apapun. Banyak usaha manusia yang dibalas Allah dengan keberhasilan gemilang di dunia. Namun jika kita masih merasa tak juga mendapat keberhasilan atas usaha kita, Allah akan tetap menghitungnya sebagai amal kebaikan kita. Selalu ada balasan atas seremeh apapun usaha. Jika tidak di dunia, kejutan itu akan diterima di akhirat sana. Penjelajahan Christopher Columbus menemukan dunia baru berawal dari usaha yang dianggap mustahil semua orang. Ia dianggap mencita-citakan hal yang tak mungkin terjadi. Ujian tak berhenti di sana. Bahkan setelah ia berhasil, sekitarnya pun masih meremehkan. Jauh lebih mulia di atasnya, usaha Siti Hajar dan Musa Alaihis Salam hanya berbekal keyakinan bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan kendati secara nalar tak mungkin mereka mendapat keberhasilan. Maka mari bekerja. Berikhtiar dengan segala yang kita punya di jalan yang Allah perbolehkan. Sungguh tugas kita hanyalah melakukan ikhtiar sebaik mungkin. Perkara hasil dan omongan orang, biarkan Allah saja yang mengurusnya.
Menurutbahasa, idgham berarti a. samar-samar b. jelas c. mengganti d. memasukkan 4. Setiap usaha untuk mendapatkan sesuatu keberhasilan disebut dengan a. tawaduk b. qanaah c. ikhtiar d. tawakal 5. Yang berarti mengganti / membalik adalah a. ikhfa' b. izhar c. iqlab d. idgam 6. Menurut bahasa idhar berarti a. samar-samar b. jelas
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Zheta Arvinik dan Anggita Pendsos UNJ. Keberhasilan dan kesuksesan merupakan impian setiap orang. Untuk mencapai kesuksesan tentunya memerlukan usaha serta ikhtiar untuk menggapainya. Di dalam Islam bekerja merupakan suatu ibadah dengan tujuan untuk menggapai rezeki. Seseorang yang bekerja dengan niat lurus dan sungguh-sungguh akan dicatat amal ibadahnya oleh Allah SWT. Selain itu, bekerja merupakan perintah Allah SWT yang terdapat dalam surah At-Taubah ayat 105 yang artinya “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” Bekerja itu sendiri adalah kewajiban setiap manusia dalam mengarungikehidupan di dunia. Setiap orang memiliki pandangan, sikap, kebiasaan yangberbeda dalam bekerja. Hal tersebut lah yang dinamakan etos kerja Buchori, 19946. Etos Kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Etos sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang mempunyai arti sikap, watak, ataupun kepribadian seseroang. Etos kerja dapat disebut juga dengan bekerja keras. Etos kerja dibentuk olehdorongan atau motivasi dari berbagai faktor. Dorongan kebutuhan danaktualisasi diri, nilai-nilai yang dianut, keyakinan atau ajaran agama tertentudapat berperan dalam proses terbentuknya etos kerja Asifudin, 200430. Agama islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa bekerja keras dan meningkatkan etos kerja. Bekerja keras tidak hanya untuk kehidupan akhirat namun untuk memenuhi kebutuhan di dunia demi keberlangsungan hidup. Bekerja keras tentunya juga merupakan jalan menuju kesuksesan. Tidak ada kesuksesan yang tidak diraih dengan kerja keras. Rasullullah bersabda, “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Maka dari itu, etos kerja sangat penting dan Islam mewajibkan setiap insan untuk tidak bermalas-malasan ataupun meminta balas kasihan dari orang lain. Etos kerja juga senantiasa mengajarkan kita untuk bersikap jujur, pantang menyerah, berjiwa pemimpin, memiliki persaingan yang tinggi, tidak merasa puas, dan mandiri. Dengan begitu, seseorang yang bekerja keras bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya ataupun mendapatkan kemuliaan dan kemenangan. Selain itu, dalam Islam bekerja juga dipandang sebagai amal shaleh. Jika kita bekerja dan memenuhi kebutuhan dengan jerih payah kita sendiri, maka kita akan mendapatkan pahala. Kemudian, etos kerja dalam pandangan Islam itu berbeda dengan etos kerja pada umumnya karena etos kerja dalam Islam didorong oleh semangat jihad dan tauhid. Etos kerja dalam Islam tidak hanya untuk memperoleh kehidupan duniawi, tetapi lebih untuk ibadah dan memperoleh ridha Allah beberapa faktor yang memengaruhi etos kerja seseorang1. Faktor Internal• Dorongan kebutuhan• Frustasi• Suka atau tidak suka• Persepsi• Emosi• Kemalasan, dsb2. Faktor Eksternal• Faktor fisik• Lingkungan alam• Pergaulan• Budaya• Pendidikan• Pengalaman dan latihan• Keadaan politik• Ekonomi• Imbalan kerja• Janji dan ancaman dari agamaAdapun prinsip dari etos kerja dalam Islam1. Bekerja adalah ibadahIbadah adalah suatu sikap penghambaan kepada Allah. Maka setiap pekerjaan yang dilakukan merupakan ibadah yang menjadi amal bagi yang Bekerja adalah amanahAmanah merupakan sesuatu yang harus dijaga, dipelihara, serta dipertanggungjawabkan. Maka bekerja keras harus dilakukan dengan sebaik-baiknya serta diiringi dengan rasa tanggung Bekerja adalah amal salehMelakukan sebuah pekerjaan berarti telah melakukan ibadah, tentunya hal tersebut juga merupakan amal keras itu harus halalHalal dalam artian bahwa segala bentuk pekerjaan, harus dilakukan dengan cara yang baik dan sesuai dengan ketentuan agama umat Islam, sudah seharusnya kita memiliki prinsip-prinsip yang disebutkan di atas agar bisa memiliki etos kerja yang kuat. Kita harus selalu bekerja keras, menciptakan produktifitas, dan selalu berusaha semaksimal mungkin dengan amal shaleh. Dengan begitu, kita akan bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan, baik di dunia maupun di akhirat. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
. 297 201 199 179 425 306 103 35
setiap usaha untuk mendapatkan sesuatu keberhasilan disebut dengan